Rabu, 28 September 2016

Peran Saintis dalam Pengembangan ilmu kartografi di Indonesia

Peran Saintis dalam Pengembangan ilmu kartografi di Indonesia

Kartografi merupakan ilmu khusus yang mempelajari segala sesuatu mengenai peta, dimana ilmu dan seni digabung menjadi satu untuk menghasilkan peta yang baik dan memiliki nilai estetika. Pengetahuan mengenai teknik menggambar lokasi atau sesuatu yang menunjukkan suatu tempat sudah ada sejak 2300 SM oleh bangsa Babilonia. Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan, perkembangan pembuatan peta pun mulai memasuki ranah matematis. Pengukuran jarak pun dijadikan salah satu alasan untuk mengubah peta yang dibuat menjadi sesuatu yang memiliki nilai absolut. Sehingga, perkembangan ilmu ini disebut dengan Kartografi. Tujuan dari kartografi adalah mengumpulkan dan menganalisa data dari lapangan yang berupa unsur- unsur permukaan bumi dan menyajikan unsur- unsur tersebut secara grafis dengan skala tertentu sehingga unsur- unsur tersebut dapat terlihat jelas, mudah dimengerti dan dipahami. Beberapa pengertian mengenai ilmu kartografi diantara lain:
      1.      Menurut ICA (International Cartograph), Kartografi adalah seni, ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pembuatan peta bersamaan dengan studi pembelajarannya sebagai dokumen ilmiah dan seni.
      2.      Kartografi adalah ilmu dan teknik pembuatan peta (Prihandito, 1989).
      3.      Menurut Rystedt B. (2001) dalam Trends and Developments in Cartography, Kartografi adalah disiplin ilmu yang menyatukan (dealing) antara peta dan pemetaan. Kartografi menyatukan (deals) tampilan/representasi dari dua fenomena geografi, yaitu fenomena geografi nyata dan virtual. Basis data geografi dan realita virtual adalah hasil dari proses pemetaan, yang merupakan transformasi dari realita ke sebuah tampilan/representasi digital.
       4.      (Secara umum) Kartografi adalah ilmu yang mempelajari tentang perpetaan. 
            Kartografi berkembang dari kumpulan teknik menggambar menjadi sebuah ilmu. Seorang kartografer harus memahami psikologi kognitif dan ergonomic untuk membuat symbol yang cocok untuk mewakili informasi tentang bumi sehingga bisa dimengerti orang lain secara efektif. Kartografer juga perlu memahami psikologi perilaku untuk mempengaruhi pembaca agar memahami informasi yang dibuatnya. Mereka juga harus mempelajari ilmu geodesi dan matematika yang tidak sederhana untuk memahami bagaimana bentuk bumi berpengaruh terhadap penyimpangan atau distorsi dari proses proyeksi ke bidang datar.
    Perkembangan ilmu kartografi dalam memasuki periode modern, yakni diatas abad ke-17, perkembangan peta mulai memperhatikan akurasi dan presisi objek yang digambarkan. Seiring dengan perkembangan zaman ke era digital, pembuatan peta pun beralih menggunakan berbagai peralatan. Perkembangan awal digitalisasi peta adalah dengan menggunakan bantuan meja digitizer, dimana meja tersebut dikoneksikan pada perangkat lunak pengolahan peta dan perangkat keras komputer. Digitasi dilakukan dengan menggunakan mouse pen dengan hasil digitasi dapat di lihat pada layar monitor komputer. Namun pada saat ini, penggunaan meja digitizer telah banyak ditinggalkan, karena dianggap kurang praktis. Saat ini lebih banyak pembuatan peta dengan menggunakan on screen digitation yang berbekal layar monitor komputer atau komputer nirkabel dan mouse. Jika dilihat dari segi kepraktisannya, memang digitasi on screen lebih banyak memberikan kemudahan, terlebih meja digitizer tidak dapat di praktis untuk dibawa berpindah-pindah tempat. Namun dari segi ketelitiannya, meja digitizer memiliki ketelitian yang lebih baik dibandingkan dengan menggunakan digitasi pada layar.
  Perkembangan tersebut diiringi dengan perkembangan SIG dan Penginderaan Jauh (PJ) sebagai patner yang digunakan dalam pembuatan peta. Pemrosesan SIG dan PJ berkaitan erat dengan pengubahan sumber data spasial menjadi suatu informasi spasial pada peta. Informasi-informasi yang digunakan pada peta saat ini pun lebih kompleks dan terstruktur jika dibandingkan dengan peta-peta pada periode pertengahan atau awal.
Dalam ilmu kartografi, dijelaskan beberapa kaidah yang perlu diperhatikan untuk membuat peta yang baik. Beberapa informasi tambahan yang perlu ada dalam sebuah peta adalah :
1.      Judul, biasa digunakan topik/tema dan atau lokasi wilayah yang dipetakan. Judul memberikan gambaran awal kepada pengguna peta mengenai informasi yang tercantum di dalamnya.
2.      Grid/Graticule, sistem grid berkaitan dengan sistem koordinat yang digunakan untuk mempermudah pengguna peta menemukan dan menentukan lokasi absolut objek tertentu.
3.      Legenda, merupakan dekripsi dari simbol-simbol yang digunakan pada isi/muka peta untuk mempermudah pengguna untuk menafsirkan informasi pada peta.
4.      Skala, penting untuk mencantumkan skala numerik (angka) dan atau skala grafis (bar) sebagai informasi perbesaran dan dapat digunakan untuk mengukur akurasi peta tersebut.
5.      Orientasi Mata Angin, membantu memberikan orientasi kepada pengguna. Peta tidak harus menggunakan orientasi utara menghadap ke atas, namun lazimnya peta buatan Indonesia menggunakan orientasi utara ke arah atas.
6.      Inset Peta, adalah zoom out peta tersebut untuk mengetahui lokasi yang dipetakan dan asosiasi lokasi wilayah kajian.
7.      Diagram lokasi, untuk beberapa peta yang terbagi menjadi beberapa lembar perlu untuk dicantumkan sebagai penuntun orientasi wilayah kajian.
8.      Informasi tambahan lainnya, berupa informasi datum dan sistem proyeksi yang digunakan, sumber data pembuatan peta, pembuat/penerbit peta, serta riwayat peta.
    Oleh sebab itu, peran saintis dalam mengembangkan ilmu pengetahuan sangat dibutuhkan di Indonesia ini. Kita para saintis muda dapat mengembangkan ilmu pengetahuan bukan hanya di bidang Kartografi, melainkan ilmu pengetahuan lainnya. Setidaknya ada dua hal yang bisa dilakukan untuk membangun sains Indonesia seperti yang dicita-citakan. Ini bukan usulan baru, melainkan harus terus dikampanyekan sampai terjadi perbaikan.
  Pertama, pemerintah mau tidak mau harus meningkatkan investasinya di bidang sains. Peningkatan investasi yang cukup besar sehingga dalam jangka panjang bisa mendekati rata-rata dunia (sekitar 2 persen). Peningkatan anggaran ini bisa ditujukan untuk, tetapi tidak terbatas pada, peningkatan dana proyek penelitian yang diiringi pembenahan sistem alokasi supaya penelitian yang dilakukan berkualitas, penguatan lembaga yang sudah ada dan pembentukan lembaga penelitian atau universitas baru yang berbasis riset dengan segala fasilitasnya, dan peningkatan jumlah peneliti dibarengi dengan peningkatan kesejahteraannya. Kerja sama antara AIPI dan Lembaga Pengelolaan Dana Pendidikan (LPDP Kementerian Keuangan) untuk membentuk Indonesian Science Fund (ISF) bagi pendanaan riset dasar merupakan langkah awal maju yang perlu diapresiasi. Namun, langkah ini perlu dilanjutkan dengan dukungan pemerintah yang lebih besar lewat Kementerian Riset, Teknologi, dan Pedidikan Tinggi dengan memperbaiki atau membuat sistem pendanaan riset yang kondusif bagi pengembangan sains.
   Kedua, komunitas sains harus berupaya terus meningkatkan budaya ilmiah serta output sains yang berkualitas. Langkah ini sama pentingnya dengan peningkatan investasi sains. Banyak pihak yang mengeluhkan tentang rendahnya budaya ilmiah ini. Tanpa budaya ilmiah yang menjunjung tinggi nilai-nilai ilmiah, anggaran besar hanya akan menghasilkan tumpukan laporan yang tidak ada nilainya secara sains. Tujuan mulia tercapainya kemajuan sains pun hanya tinggal mimpi. Salah satu cara peningkatan budaya ilmiah dan kualitas sains bisa dilakukan secara sistematik dengan cara mengkaji ulang sistem insentif, penggajian, dan kenaikan pangkat seorang peneliti atau dosen. Peneliti yang produktif dan menghasilkan karya-karya sains yang berkualitaslah yang dapat maju dalam karier ilmiahnya. Dengan demikian, kegiatan sains jadi fokus pekerjaan. Penilaiannya pun harus dilakukan oleh ilmuwan, bukan oleh birokrat. Sebab, ilmuwanlah yang tahu secara obyektif kualitas ilmuwan lain.
  Akhirnya, sudah tidak perlu lagi dibahas bagaimana kemajuan sains menentukan kemajuan sebuah bangsa. Hubungan kemajuan sains dan kemajuan bangsa bukan lagi sebuah korelasi, melainkan hubungan sebab akibat. Ahli ekonomi sudah menghitung bahwa kemajuan sainslah yang menjadi faktor terbesar pendorong pertumbuhan ekonomi.

2 komentar: