Peran Saintis dalam Pengembangan ilmu kartografi di
Indonesia
Oleh Anggi
Afriani, 1606874343
Subtema
: Kartografi
Data Publikasi
:
Esai :
Kartografi merupakan ilmu khusus yang mempelajari segala
sesuatu mengenai peta, dimana ilmu dan seni digabung menjadi satu untuk
menghasilkan peta yang baik dan memiliki nilai estetika. Pengetahuan mengenai teknik
menggambar lokasi atau sesuatu yang menunjukkan suatu tempat sudah ada sejak
2300 SM oleh bangsa Babilonia. Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan,
perkembangan pembuatan peta pun mulai memasuki ranah matematis. Pengukuran
jarak pun dijadikan salah satu alasan untuk mengubah peta yang dibuat menjadi
sesuatu yang memiliki nilai absolut. Sehingga, perkembangan ilmu ini disebut
dengan Kartografi. Tujuan dari kartografi adalah mengumpulkan dan
menganalisa data dari lapangan yang berupa unsur- unsur permukaan bumi dan
menyajikan unsur- unsur tersebut secara grafis dengan skala tertentu sehingga
unsur- unsur tersebut dapat terlihat jelas, mudah dimengerti dan dipahami.
Beberapa pengertian mengenai ilmu kartografi diantara lain:
1.
Menurut ICA (International
Cartograph), Kartografi adalah seni, ilmu pengetahuan dan teknologi dalam
pembuatan peta bersamaan dengan studi pembelajarannya sebagai dokumen ilmiah
dan seni.
2.
Kartografi adalah ilmu dan
teknik pembuatan peta (Prihandito, 1989).
3.
Menurut Rystedt B. (2001)
dalam Trends and Developments in Cartography, Kartografi adalah disiplin ilmu
yang menyatukan (dealing) antara peta dan pemetaan. Kartografi menyatukan
(deals) tampilan/representasi dari dua fenomena geografi, yaitu fenomena
geografi nyata dan virtual. Basis data geografi dan realita virtual adalah
hasil dari proses pemetaan, yang merupakan transformasi dari realita ke sebuah
tampilan/representasi digital.
4.
(Secara umum) Kartografi
adalah ilmu yang mempelajari tentang perpetaan.
Kartografi berkembang dari kumpulan teknik menggambar menjadi sebuah ilmu. Seorang kartografer harus memahami psikologi kognitif dan ergonomic untuk membuat symbol yang cocok untuk mewakili informasi tentang bumi sehingga bisa dimengerti orang lain secara efektif. Kartografer juga perlu memahami psikologi perilaku untuk mempengaruhi pembaca agar memahami informasi yang dibuatnya. Mereka juga harus mempelajari ilmu geodesi dan matematika yang tidak sederhana untuk memahami bagaimana bentuk bumi berpengaruh terhadap penyimpangan atau distorsi dari proses proyeksi ke bidang datar.
Kartografi berkembang dari kumpulan teknik menggambar menjadi sebuah ilmu. Seorang kartografer harus memahami psikologi kognitif dan ergonomic untuk membuat symbol yang cocok untuk mewakili informasi tentang bumi sehingga bisa dimengerti orang lain secara efektif. Kartografer juga perlu memahami psikologi perilaku untuk mempengaruhi pembaca agar memahami informasi yang dibuatnya. Mereka juga harus mempelajari ilmu geodesi dan matematika yang tidak sederhana untuk memahami bagaimana bentuk bumi berpengaruh terhadap penyimpangan atau distorsi dari proses proyeksi ke bidang datar.
Perkembangan ilmu kartografi dalam memasuki
periode modern, yakni diatas abad ke-17, perkembangan peta
mulai memperhatikan akurasi dan presisi objek yang digambarkan. Seiring
dengan perkembangan zaman ke era digital, pembuatan peta pun beralih
menggunakan berbagai peralatan. Perkembangan awal digitalisasi peta adalah
dengan menggunakan bantuan meja digitizer, dimana
meja tersebut dikoneksikan pada perangkat lunak pengolahan peta dan perangkat
keras komputer. Digitasi dilakukan dengan menggunakan mouse pen dengan hasil digitasi dapat di lihat
pada layar monitor komputer. Namun pada saat ini, penggunaan meja digitizer telah banyak ditinggalkan, karena
dianggap kurang praktis. Saat ini lebih banyak pembuatan peta dengan
menggunakan on screen digitation yang
berbekal layar monitor komputer atau komputer nirkabel dan mouse. Jika dilihat dari
segi kepraktisannya, memang digitasi on screen lebih
banyak memberikan kemudahan, terlebih meja digitizer tidak
dapat di praktis untuk dibawa berpindah-pindah tempat. Namun dari segi
ketelitiannya, meja digitizer memiliki ketelitian yang lebih baik dibandingkan
dengan menggunakan digitasi pada layar.
Perkembangan
tersebut diiringi dengan perkembangan SIG dan Penginderaan Jauh (PJ) sebagai patner yang
digunakan dalam pembuatan peta. Pemrosesan SIG dan PJ berkaitan erat dengan
pengubahan sumber data spasial menjadi suatu informasi spasial pada
peta. Informasi-informasi yang digunakan pada peta saat ini pun lebih
kompleks dan terstruktur jika dibandingkan dengan peta-peta pada periode
pertengahan atau awal.
Dalam
ilmu kartografi, dijelaskan beberapa kaidah yang perlu diperhatikan untuk
membuat peta yang baik. Beberapa informasi tambahan yang perlu ada dalam sebuah
peta adalah :
1. Judul, biasa digunakan topik/tema dan atau lokasi wilayah
yang dipetakan. Judul memberikan gambaran awal kepada pengguna
peta mengenai informasi yang tercantum di dalamnya.
2. Grid/Graticule, sistem grid berkaitan dengan sistem koordinat
yang digunakan untuk mempermudah pengguna peta menemukan dan menentukan lokasi
absolut objek tertentu.
3. Legenda, merupakan dekripsi dari simbol-simbol yang digunakan
pada isi/muka peta untuk mempermudah pengguna untuk menafsirkan informasi pada
peta.
4. Skala, penting untuk mencantumkan skala numerik (angka) dan
atau skala grafis (bar) sebagai informasi perbesaran dan dapat digunakan
untuk mengukur akurasi peta tersebut.
5. Orientasi Mata Angin, membantu memberikan orientasi kepada
pengguna. Peta tidak harus menggunakan orientasi utara menghadap ke atas, namun
lazimnya peta buatan Indonesia menggunakan orientasi utara ke arah atas.
6. Inset Peta, adalah zoom out peta tersebut untuk
mengetahui lokasi yang dipetakan dan asosiasi lokasi wilayah kajian.
7. Diagram lokasi, untuk beberapa peta yang terbagi menjadi
beberapa lembar perlu untuk dicantumkan sebagai penuntun orientasi wilayah
kajian.
8. Informasi tambahan lainnya, berupa informasi datum dan
sistem proyeksi yang digunakan, sumber data pembuatan peta, pembuat/penerbit
peta, serta riwayat peta.
Oleh sebab itu, peran saintis dalam mengembangkan ilmu
pengetahuan sangat dibutuhkan di Indonesia ini. Kita para saintis muda dapat
mengembangkan ilmu pengetahuan bukan hanya di bidang Kartografi, melainkan ilmu
pengetahuan lainnya. Setidaknya ada dua hal yang bisa
dilakukan untuk membangun sains Indonesia seperti yang dicita-citakan. Ini
bukan usulan baru, melainkan harus terus dikampanyekan sampai terjadi
perbaikan.
Pertama,
pemerintah mau tidak mau harus meningkatkan investasinya di bidang sains.
Peningkatan investasi yang cukup besar sehingga dalam jangka panjang bisa
mendekati rata-rata dunia (sekitar 2 persen). Peningkatan anggaran ini bisa
ditujukan untuk, tetapi tidak terbatas pada, peningkatan dana proyek penelitian
yang diiringi pembenahan sistem alokasi supaya penelitian yang dilakukan
berkualitas, penguatan lembaga yang sudah ada dan pembentukan lembaga
penelitian atau universitas baru yang berbasis riset dengan segala
fasilitasnya, dan peningkatan jumlah peneliti dibarengi dengan peningkatan
kesejahteraannya. Kerja sama antara AIPI dan Lembaga Pengelolaan Dana
Pendidikan (LPDP Kementerian Keuangan) untuk membentuk Indonesian Science Fund
(ISF) bagi pendanaan riset dasar merupakan langkah awal maju yang perlu
diapresiasi. Namun, langkah ini perlu dilanjutkan dengan dukungan pemerintah
yang lebih besar lewat Kementerian Riset, Teknologi, dan Pedidikan Tinggi
dengan memperbaiki atau membuat sistem pendanaan riset yang kondusif bagi
pengembangan sains.
Kedua,
komunitas sains harus berupaya terus meningkatkan budaya ilmiah serta output
sains yang berkualitas. Langkah ini sama pentingnya dengan peningkatan
investasi sains. Banyak pihak yang mengeluhkan tentang rendahnya budaya ilmiah
ini. Tanpa budaya ilmiah yang menjunjung tinggi nilai-nilai ilmiah, anggaran
besar hanya akan menghasilkan tumpukan laporan yang tidak ada nilainya secara
sains. Tujuan mulia tercapainya kemajuan sains pun hanya tinggal mimpi. Salah
satu cara peningkatan budaya ilmiah dan kualitas sains bisa dilakukan secara
sistematik dengan cara mengkaji ulang sistem insentif, penggajian, dan kenaikan
pangkat seorang peneliti atau dosen. Peneliti yang produktif dan menghasilkan
karya-karya sains yang berkualitaslah yang dapat maju dalam karier ilmiahnya.
Dengan demikian, kegiatan sains jadi fokus pekerjaan. Penilaiannya pun harus
dilakukan oleh ilmuwan, bukan oleh birokrat. Sebab, ilmuwanlah yang tahu secara
obyektif kualitas ilmuwan lain.
Akhirnya, sudah tidak perlu lagi dibahas bagaimana kemajuan sains menentukan kemajuan sebuah bangsa. Hubungan kemajuan sains dan kemajuan bangsa bukan lagi sebuah korelasi, melainkan hubungan sebab akibat. Ahli ekonomi sudah menghitung bahwa kemajuan sainslah yang menjadi faktor terbesar pendorong pertumbuhan ekonomi.
Akhirnya, sudah tidak perlu lagi dibahas bagaimana kemajuan sains menentukan kemajuan sebuah bangsa. Hubungan kemajuan sains dan kemajuan bangsa bukan lagi sebuah korelasi, melainkan hubungan sebab akibat. Ahli ekonomi sudah menghitung bahwa kemajuan sainslah yang menjadi faktor terbesar pendorong pertumbuhan ekonomi.
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusTerus apa tuh kak bedanya? wkwk
Hapus